Minggu, 20 April 2014

Analisa Teknikal dan Fundamental Saham

Pada prinsipnya analisis teknikal merupakan metoda analisis instrumen investasi yang menggunakan data-data historis mengenai perubahan harga saham maupun instrumen lainnya, volume dan beberapa indikator pasar yang lain untuk melahirkan rekomendasi keputusan investasi. Analisis ini bisa diterapkan pada bursa saham, pasar valuta asing, bursa komoditas atau pasar apapun yang pergerakan harga dagangannya dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran.
            Jika analisis fundamental lebih banyak menggunakan indikator-indikator perusahaan untuk melakukan analisa harga saham sebuah perusahaan, sebaliknya analaisis teknikal saham maupun instrumen lainnya lebih banyak menggunakan data-data pasar. Berhubung data-data pasar lazim tersaji dalam bentuk grafik, maka para analis teknikal lebih sering menggeluti grafik-grafik semacam itu daripada laporan keuangan emiten. Itu sebabnya para penganut aliran ini sering mendapat julukan sebagai chartist.
            Dengan menggunakan data-data mengenai harga, pasokan serta permintaan di masa lalu, analisis teknikal saham bertujuan memprediksi bagaimana permintaan dan pasokan di masa mendatang, serta menganalisa harga saham yang mungkin akan terbentuk karenanya. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasikan suatu trend atau pola yang berulang dari pergerakan harga saham dan kemudian dieksploitasi untuk mendapatkan keuntungan. Para analis teknikal juga percaya bahwa proses perubahan harga saham yang disebabkan oleh adanya suatu informasi yang baru di pasar akan cenderung mengikuti suatu trend tertentu. Dengan menyimpulkan hal-hal tersebut, analisis teknikal dipakai untuk mendasari keputusan kapan harus mengambil untung (profit taking), mengurangi kecurigaan (cut loss), mulai melakukan akumulasi saham atau mulai menahan posisi (wait and see).
            Tingkat kesalahan analisis teknikal relatif lebih tinggi daripada analisis fundamental. Tapi, jika kita disiplin dan menggunakan tool yang tepat, analisis teknikal saham bisa sama-sama kuat dengan analisis fundamental saham. Pada prinsipnya adalah buy low sell high, beli murah jual mahal.
            Analisa harga saham dan volume perdagangan adalah sarana utama dari analisis teknikal saham dan grafik adalah sarana untuk menampilkan data tersebut. Data volume perdagangan akan digunakan untuk memberikajn gambaran umum mengenai kondisi pasar dan akan membantu untuk memperkirakan trend harga selanjutnya. Perubahan harga saham baik kenaikan atau penurunan biasanya akan berkorelasi dengan kenaikan atau penurunan volume perdagangan. Penurunan harga dari satu pola tertentu yang diikuti oleh volume penjualan yang sangat tinggi, umumnya akan diterjemahkan bahwa pasar saham akan mengalami bearish (harganya menurun).
            Analisis teknikal saham lebih banyak menggunakan data-data pasar. Oleh karena itu para analis teknikal lebih suka memperhatikan pergerakan harga saham di bursa dibanding mengamati laporan keuangan atau membaca berita-berita koran yang berkaitan dengan emiten yang sedang diamati. Tugas mereka memang mengamati perubahan harga saham tersebut untuk mempelajari pola berpikir atau perilaku pihak-pihak lain yang terlibat di bursa. Dari analisa harga saham tersebutlah mereka lalu memprediksikan arah pergerakan harga saham tersebut melalui data-data yang tersaji dalam bentuk grafik.
            Mengidentifikasikan suatu trend atau pola pergerakan harga saham yang berulang adalah tujuan utama dari pada analis teknikal, tentunya dengan harapan agar dapat menemukan sinyal untuk beli (buy), tahan (hold) atau jual (sell). Dalam melakukan analisis teknikal saham hanya ada beberapa data utama yang diperlukan, yaitu perubahan harga saham (atau instrumen lainnya) dan nilai transaksi. Para analis teknikal memilah harga menjadi empat jenis: harga pembukaan, harga tertinggi, harga terendah dan harga penutupan.
            Kita semua memahami, bahwa harga saham dapat naik dan turun secara cepat atau pun secara berangsur-angsur sehingga pada grafik akan terlihat membentuk beberapa puncak, lembah atau bisa juga mendatar (harga bergerak dalam kirasan sempit). Dalam upaya menganalisa harga saham dan mengidentifikasikan suatu trend perubahan harga saham, para analis teknikal berpedoman pada dua asumsi penting. Pertama, harga bergerak pada trend tertentu dan kedua, tren ini akan terus berlangsung hingga terdapat suatu kejadian yang membuat trend akan berubah.

Kasus Perusahaan Enron

Enron adalah sebuah perusahaan energi Amerika yang berbasis di Houston, Texas, Amerika Serikat. Perusahaan ini didirikan pada 1930 sebagai Northern Natural Gas Company, sebuah konsorsium dari Northern American Power and Light Company, Lone Star Gas Company, dan United Lights and Railways Corporation. Kepemilikan konsorsium ini secara bertahap dibubarkan antara  1941 hingga 1947 melalui penawaran saham kepada publik. Pada 1979, Northern Natural Gas mengorganisir dirinya sebagai perusahaan induk, Internorth, yang menggantikan Northern Natural Gas di New York Stock Exchange. Enron sebelum tahun 2001 mempekerjakan sekitar 21.000 orang pegawai dan merupakan salah satu perusahaan terkemuka di dunia dalam bidang listrik, gas alam, bubur kertas dan kertas, serta komunikasi (wikipedia.co.id).
Pada 2 Desember 2001, Enron mengajukan permohonan perlindungan Chapter 11 akibat kebangkrutan yang melanda perusahaan tersebut. Kebangkrutan ini disebabkan kegagalan pada proses bisnis dan manajemen (Eiteman, dkk, 2007). Juga akibat adanya penipuan akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif (wikipedia.co.id).
Jeffrey Skilling menjelaskan kebangkrutan Enron disebabkan terganggunya proses bisnis akibat credit rating perusahaan menurun pada November 2001. Hal ini dikarenakan sebagai perusahaan trading, membutuhkan rating nilai investasi untuk melakukan perdagangan dengan perusahaan lain. Tidak ada nilai yang baik, maka tidak akan ada perdagangan (Eiteman, dkk, 2007).
Terjadinya penurunan nilai rating investasi perusahaan disebabkan hutangnya yang terlalu besar, yang sebelumnya tidak tercatat dalam neraca (off balance sheet) kemudian diklasifikasikan ulang sehingga tercatat dalam neraca (on balance sheet). Hutangnya tidak hanya sebesar $13 juta tetapi bertambah hingga sebesar $38 juta. Klasifikasi ulang dilakukan karena terdapat banyak special purpose entity (SPEs) dan kerjasama yang tidak tercatat dalam neraca yang memiliki banyak hutang. Sehingga terjadi ketidakcocokan saat dilakukan konsolidasi ulang yang kemudian menyebabkan nilai ekuitas perusahaan jatuh (Eiteman, dkk, 2007).
Pada kasus Enron ini, lembaga-lembaga eksternal juga ikut bertanggung jawab terjadinya kasus tersebut. Diantaranya;
1.      Auditor. Arthur Andersen (satu dari lima perusahaan akuntansi terbesar) adalah kantor akuntan Enron. Tugas dari Andersen adalah melakukan pemeriksaan dan memberikan kesaksian apakah laporan keuangan Enron memenuhi GAAP (generally accepted accounting practices). Andersen, disewa dan dibayar oleh Enron. Andersen juga menyediakan konsultasi untuk Enron, dimana hal ini melebihi wewenang dari akuntan publik umumnya. Selain itu Andersen mengalami konflik kepentingan akibat pembayaran yang begitu besar dari Enron, $5 juta untuk biaya audit dan $50 juta untuk biaya konsultasi.
2.       Konsultan hukum. Konsultan hukum Enron, khususnya Vinson & Elkins juga disewa oleh Enron. Konsultan hukum ini bertanggungjawab untuk menyediakan opini hukum atas strategi, struktur, dan legalitas umum atas semua yang dilakukan oleh Enron. Sama dengan Andersen, saat ditanyakan mengapa tidak ikut menghalangi ide dan aktivitas ilegal Enron, konsultan hukum ini menjelaskan bahwa Enron tidak memberikan informasi yang lengkap, khususnya tentang kepemilikan di SPEs.
3.      Regulator. Enron sebagai perusahaan yang melakukan perdagangan di pasar energi diawasi oleh Federal Energy Regulatory Commission (FERC), akan tetapi FERC tidak melakukan pengawasan secara mendalam. Hal ini dikarenakan Enron melakukan aktivitasnya dalam perdagangan listrik tidak di satu negara, yaitu antar negara.
4.      Pasar ekuitas. Sebagai perusahaan publik, Enron diharuskan mengikuti peraturan dari SEC. Akan tetapi dalam pengawasannya SEC, tidak melakukan investigasi secara mendalam atau melakukan konfirmasi ulang terhadap Enron. SEC hanya mengandalkan pada testimoni yang dibuat oleh lembaga lain seperti auditor perusahaan (Arthur Andersen). Sedangkan NYSE mengharuskan Enron memenuhi peraturan perdagangan di NYSE. Berbeda dengan SEC, NYSE tidak hanya melakukan verifikasi firsthand.
5.       Pasar hutang. Enron, seperti perusahaan lainnya menginginkan dan membutuhkan sebuah nilai rating. Sehingga Enron membayar  Standard & Poors serta Moody’s untuk memberikan nilai rating. Rating ini dibutuhkan untuk sekuritas hutang perusahaan yang diterbitkan dan diperdagangkan di pasar. Yang menjadi masalah, perusahaan rating tersebut hanya melakukan analisis sebatas pada data yang diberikan kepada mereka oleh Enron, operasional dan aktivitas keuangan Enron. Terjadi perdebatan apakah perusahaan rating harus memeriksa total hutang perusahaan atau tidak. Khususnya yang berkaitan dengan SPEs.
Meningkatnya defisit dalam arus kas perusahaan menyebabkan timbulnya masalah manajemen keuangan yang mendasar pada Enron. Pertumbuhan perusahaan membutuhkan adanya modal eksternal. Tambahan modal dapat diperoleh dari hutang baru dan ekuitas baru. Ken Lay dan Jeff Skilling, enggan untuk menerbitkan jumlah besar dari ekuitas baru. Karena akan mendilusi laba dan jumlah saham yang dipegang oleh pemegang saham.  Pilihan menggunakan utang juga terbatas, dengan tingkat utang yang tinggi menyebabkan rating Enron hanya sebesar BBB, tingkat rating yang rendah oleh lembaga pemberi rating (Eiteman, dkk, 2007).
Andrew Fastow bersama dengan asistennya membuat SPEs, alat yang digunakan dalam jasa keuangan. SPEs memiliki dua tujuan penting, pertama; menjual aset-aset yang bermasalah ke rekanan. Enron menghilangkan aset tersebut dari neraca, mengurangi tekanan akibat utang dan menyembunyikan kinerja buruk investasi. Hal ini dapat mendatangkan dana tambahan untuk membiayai kesempatan investasi baru. Kedua; memperoleh pendapatan untuk memenuhi laba yang disyaratkan oleh Wall Street.
SPEs dibiayai dari tiga sumber; (1) ekuitas dalam bentuk saham tresuri, (2) ekuitas dalam bentuk minimum 3% dari aset yang berasal dari pihak ketiga yang tidak berhubungan, (3) jumlah yang besar dari utang bank. Modal ini berada pada sisi kanan neraca SPEs, akan tetapi pada sisi kiri modal digunakan untuk membeli aset dari Enron. Hal ini menyebabkan harga saham SPEs berkaitan dengan harga saham Enron. Saat saham SPEs naik, maka saham Enron ter-apresiasi. Sedangkan saat harga saham SPEs turun, maka harga saham Enron ter-depresiasi (Eiteman, dkk, 2007).

Menurunnya harga saham Enron hingga $47 per lembar saham pada bulan Juli 2001, menyebabkan investor curiga. Hal ini menyebabkan Sherron Watkins, wakil presiden Enron mencoba memperingatkan Kenneth Lay dengan membawa 6 lembar surat yang menjelaskan proses akuntan yang tidak wajar sehubungan dengan SPEs dan memperingatkan akan kecurangan proses akuntan. Akan tetapi peringatan Sherron Watkins tidak dihiraukan oleh Ken Lay, sehingga terjadilah tsunami di Enron. Harga sahamnya jatuh hingga tersisa $1 per lembar saham yang menyebabkan Enron bangkrut (Velasquez, 2006).Pada Bulan Februari 2002, Sherron Watkins dipanggil oleh DPR untuk menjelaskan skandal Enron, tentang aktivitas akuntansi perusahaan. Kemudian Sherron Watkins menjelaskan semua permasalahan tersebut, dan menyebabkan dirinya dijuluki sebagai courageous whistleblower (Velasquez, 2006).

Sejarah Pasar Modal Indonesia

Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.
Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya.
Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.
Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut:

[Desember 1912]
Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda

[1914 – 1918]
Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I

[1925 – 1942]
Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya

[Awal tahun 1939]
Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup

[1942 – 1952]
Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II

[1956]
Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif

[1956 – 1977]
Perdagangan di Bursa Efek vakum

[10 Agustus 1977]
Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara

[1977 – 1987]
Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal

[1987]
Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia

[1988 – 1990]
Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat

[2 Juni 1988]
Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer

[Desember 1988]
Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal


[16 Juni 1989]
Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya

[13 Juli 1992]
Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ

[22 Mei 1995]
Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems)

[10 November 1995]
Pemerintah mengeluarkan Undang –Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996

[1995]
Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya

[2000]
Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia

[2002]
BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading)

[2007]
Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI)

[02 Maret 2009]
Peluncuran Perdana Sistem Perdagangan Baru PT Bursa Efek Indonesia: JATS-NextG