Secara historis, pasar modal telah hadir
jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak
jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal
ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan
pemerintah kolonial atau VOC.
Meskipun pasar modal telah ada sejak
tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti
yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami
kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke
I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah
Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek
tidak dapat berjalan sebagimana mestinya.
Pemerintah Republik Indonesia
mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian
pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi
yang dikeluarkan pemerintah.
Secara singkat, tonggak perkembangan
pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut:
[Desember
1912]
|
Bursa Efek
pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda
|
[1914 – 1918]
|
Bursa Efek di
Batavia ditutup selama Perang Dunia I
|
[1925 – 1942]
|
Bursa Efek di
Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya
|
[Awal tahun
1939]
|
Karena isu
politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup
|
[1942 – 1952]
|
Bursa Efek di
Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II
|
[1956]
|
Program
nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif
|
[1956 – 1977]
|
Perdagangan di
Bursa Efek vakum
|
[10 Agustus
1977]
|
Bursa Efek diresmikan
kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan
Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar
Modal. Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT
Semen Cibinong sebagai emiten pertama19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga
Syariah Negara
|
[1977 – 1987]
|
Perdagangan di
Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24.
Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar
Modal
|
[1987]
|
Ditandai
dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan
bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan
modal di Indonesia
|
[1988 – 1990]
|
Paket
deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka
untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat
|
[2 Juni 1988]
|
Bursa Paralel
Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang
dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer
|
[Desember
1988]
|
Pemerintah
mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan
perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi
pertumbuhan pasar modal
|
[16 Juni 1989]
|
Bursa Efek
Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik
swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya
|
[13 Juli 1992]
|
Swastanisasi
BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini
diperingati sebagai HUT BEJ
|
[22 Mei 1995]
|
Sistem Otomasi
perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem computer JATS (Jakarta
Automated Trading Systems)
|
[10 November
1995]
|
Pemerintah
mengeluarkan Undang –Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996
|
[1995]
|
Bursa Paralel
Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya
|
[2000]
|
Sistem
Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di pasar
modal Indonesia
|
[2002]
|
BEJ mulai
mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading)
|
[2007]
|
Penggabungan Bursa
Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi
Bursa Efek Indonesia (BEI)
|
[02 Maret
2009]
|
Peluncuran
Perdana Sistem Perdagangan Baru PT Bursa Efek Indonesia: JATS-NextG
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar