KOEFISIEN GINI
DI INDONESIA
Koefisien Gini adalah ukuran ketimpangan
distribusi. Ukuran ini pertama kali dikembangkan oleh statistisi dan ahli
sosiologi Italia bernama Corrado Gini dan dipublikasikan pada tahun 1912 dalam
makalahnya berjudul “Variability and Mutability” (dalam bahasa Italia:
Variabilità e mutabilità).
Koefisien Gini dinyatakan dalam bentuk
rasio yang nilainya antara 0 dan 1. Nilai 0 menunjukkan pemerataan yang
sempurna di mana semua nilai sama sedangkan nilai 1 menunjukkan ketimpangan
yang paling tinggi yaitu satu orang menguasai semuanya sedangkan yang lainnya
nihil. Menurut definisinya, koefisien gini adalah perbandingan luas daerah
antara kurva lorenz dan garis lurus 45 derajat terhadap luas daerah di bawah
garis 45 derajat tersebut.
Pada
gambar, Kurva Lorenz memetakan kumulatif pendapatan pada sumbu vertikal dengan
kumulatif penduduk pada sumbu horisontal. Pada contoh, 40 persen penduduk
menguasai sekitar 20 persen total pendapatan. Koefisien gini diperoleh dengan
membagi luas daerah A dengan (A+B).
Jika setiap individu memiliki pendapatan
yang sama, maka kurva distribusi pendapatan akan tepat jatuh pada garis lurus
45 derajat pada gambar, dan koefisien gini bernilai 0. Sebaliknya jika seorang
individu menguasai seluruh pendapatan, dikatakan terjadi ketimpangan sempurna
(maksimum) sehingga kurva distribusi pendapatan akan jatuh pada titik (0,0),
(0,100) dan (100,100), dan angka koefisien gini bernilai 1.
Data koefisien
gini di Indonesia sejak tahun 1999-2002
1999
|
0,31
|
2002
|
0,33
|
2003
|
0,32
|
2004
|
0,32
|
2005
|
0,36
|
2006
|
0,33
|
2007
|
0,36
|
2008
|
0,35
|
2009
|
0,37*
|
2010
|
0,38*
|
2011
|
0,41*
|
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional , Modul
Konsumsi 1999, 2002 dan 2005 (2003, 2004 dan 2006 hanya mencakup panel 10.000
rumahtangga, sedangkan 2007, 2008, 2009, dan 2010 mencakup panel 68.800 rumah
tangga), Tahun 2011 merupakan data Susenas Triwulan I (Maret 2011) dengan
sampel 75.000 rumah tangga
* Dihitung dengan menggunakan data individu bukan
data kelompok pengeluaran seperti pada tahun sebelumnya.
Dapat
disimpulkan bahwa kondisi ketimpangan pendapatan di Indonesia saat ini masih
cenderung tinggi sehingga kesenjangan sosial semakin tahun terlihat semakin
melebar.
DISTRIBUSI
PENDAPATAN NASIONAL DI INDONESIA
Pendapatan nasional adalah jumlah
pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu
negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode,biasanya
selama satu tahun.
Distribusi pendapatan nasional
menggambarkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara
di kalangan penduduknya. Distribusi pendapatan nasional akan menentukan
bagaimana pendapatan nasional yang tinggi akan mampu menciptakan
perubahan-perubahan dan perbaikan-perbaikan dalam masyarakat. Distribusi
pendapatan nasional yang tidak merata, tidak akan menciptakan kemakmuran bagi
masyarakat secara umum.
Ketidakmerataan distribusi pendapatan
merupakan salah satu permasalahana pembangunan sebab pertumbuhan ekonomi tidak
banyak bermanfaat terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat apabila
distribusi hasil pembangunan tidak merata. Terdapat 8 (delapan) penyebab
ketidakmerataan distribusi pendapatan, diantaranya: pertumbuhan penduduk yang
tinggi, inflasi, pembangunan daerah tidak merata, penggangguran tinggi,
mobilitas sosial rendah, memburuknya nilai tukar produk NSB, dan hancurnya
industri kerajinan rakyat.
Kriteria ketidakmerataan versi Bank
Dunia didasarkan atas porsi pendapatan nasional yang dinikmati oleh tiga
lapisan penduduk.
Indikator
ketimpangan distribusi pendapatan menurut Bank Dunia
Distribusi
Pendapatan
|
Tingkat
Ketimpangan atau Kesenjangan
|
Kelompok 40%
penduduk termiskin pengeluarannya <12% dari keseluruhan pengeluaran
|
Tinggi
|
Kelompok 40%
penduduk termiskin pengeluarannya 12% sampai 17% dari keseluruhan pengeluaran
|
Sedang
|
Pengeluarannya
>17% dari keseluruhan pengeluaran
|
Rendah
|
Persentase Pembagian Pendapatan Nasional di Antara 3
Lapisan Pendapatan
|
1999
|
2002
|
2003
|
2004
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
40% pendapatan terendah
|
21,66
|
20,92
|
20,57
|
20,80
|
18,81
|
19,75
|
19,10
|
19,56
|
21,22*
|
18,05*
|
16,85*
|
40% pendapatan menengah
|
37,77
|
36,89
|
37,10
|
37,13
|
36,40
|
38,10
|
36,11
|
35,67
|
37,54*
|
36,48*
|
34,73*
|
20% pendapatan tertinggi
|
40,57
|
42,19
|
42,33
|
42,07
|
44,78
|
42,15
|
44,79
|
44,77
|
41,24*
|
45,47*
|
48,42*
|
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional , Modul
Konsumsi 1999, 2002 dan 2005 (2003, 2004 dan 2006 hanya mencakup panel 10.000
rumahtangga, sedangkan 2007, 2008, 2009, dan 2010 mencakup panel 68.800 rumah
tangga), Tahun 2011 merupakan data Susenas Triwulan I (Maret 2011) dengan
sampel 75.000 rumah tangga
* Dihitung dengan menggunakan data individu bukan
data kelompok pengeluaran seperti pada tahun sebelumnya.
KEMISKINAN DI
INDONESIA
Kemiskinan
adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Banyak
juga pengertian kemiskinan menurut para ahli seperti:
1.
BAPPENAS (1993)
Kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang
terjadi bukan karena kehendak oleh si miskin, melainkan karena keadaan yang
tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya.
2.
Levitan (1980)
Kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan
yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak.
3.
Faturchman dan
Marcelinus Molo (1994)
Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dan atau
rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
4.
Ellis (1994)
Kemiskinan merupakan gejala multidimensional yang
dapat ditelaah dari dimensi ekonomi, sosial politik.
5.
Suparlan (1993)
Kemiskinan adalah suatu standar tingkat hidup yang
rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau
segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam
masyarakat yang bersangkutan.
6.
Reitsma dan
Kleinpenning (1994)
Kemiskinan adalah ketidakmampuan seseorang untuk
memenuhi kebutuhannya, baik yang bersifat material maupun non material.
7.
Friedman (1979)
Kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk
memformulasikan basis kekuasaan sosial, yang meliptui : asset (tanah,
perumahan, peralatan, kesehatan), sumber keuangan (pendapatan dan kredit yang
memadai), organisiasi sosial politik yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai kepentingan
bersama, jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang atau jasa,
pengetahuan dan keterampilan yang memadai, dan informasi yang berguna.
Masalah kemiskinan adalah masalah yang
kompleks dan global. Di indonesia masalah kemiskinan seperti tak kunjung usai.
Masih banyak kita dapati para pengemis dan gelandangan berkeliaran tidak hanya
di pedesaan bahkan di kota-kota besar seperti jakarta pun pemandangan seperti
ini menjadi tontonan setiap hari.
Perkembangan
kemiskinan di Indonesia sejak Maret 2011 hingga Maret 2012 cenderung menurun.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2012 sebesar 29,13 juta
orang (11,96%) yang berkurang 0,89 juta orang dibandingkan dengan penduduk
miskin pada Maret 2011 yang berjumlah 30,02 juta orang (12,49%). Berdasarkan
daerah tempat tinggal, selama periode Maret 2011-Maret 2012, penduduk miskin di
daerah perkotaan dan pedesaan masing-masing turun 399,5 ribu orang (0,45%) dan
487 ribu orang (0,60%).
Jumlah dan Presentase Penduduk
Miskin Menurut Daerah,
Maret 2011-Maret 2012
Daerah/Tahun
|
Jumlah
Penduduk Miskin
(Juta)
|
Presentase
Penduduk
Miskin
|
Perkotaan
|
|
|
Maret 2011
|
11,05
|
9,23
|
Maret 2012
|
10,65
|
8,78
|
Pedesaan
|
|
|
Maret 2011
|
18,97
|
15,72
|
Maret 2012
|
18,48
|
15,12
|
Kota+Desa
|
|
|
Maret 2011
|
30,02
|
12,49
|
Maret 2012
|
29,13
|
11,96
|
Berdasarkan
Susenas Maret 2012 diketahui bahwa penduduk miskin terbesar berada di Pulau
Maluku dan Papua, yaitu sebesar 24,77 persen, sementara presentase penduduk
miskin terkecil di Pulau Kalimantan, yaitu sebesar 6,69 persen.
Jumlah dan Presentase Penduduk
Miskin Menurut Pulau,
Maret 2012
Pulau
|
Jumlah
Penduduk Miskin (000)
|
Presentase
Penduduk Miskin (%)
|
||||
Kota
|
Desa
|
Kota+Desa
|
Kota
|
Desa
|
Kota+Desa
|
|
Sumatera
|
2.075,54
|
4.225,33
|
6.300,87
|
10,15
|
13,30
|
12,07
|
Jawa
|
7.209,94
|
8.897,26
|
16.107,20
|
8,84
|
15,46
|
11,57
|
Bali&Nusa Tenggara
|
640,23
|
1.393,71
|
2.033,94
|
12,13
|
17,03
|
15,11
|
Kalimantan
|
266,15
|
688,42
|
954,57
|
4,41
|
8,37
|
6,69
|
Sulawesi
|
341,04
|
1.756,20
|
2.097,24
|
5,70
|
14,86
|
11,78
|
Maluku&
Papua
|
114,33
|
1.524,27
|
1.638,60
|
5,88
|
32,64
|
24,77
|
Indonesia
|
10.647,23
|
18.485,19
|
29.132,42
|
8,78
|
15,12
|
11,96
|
Dapat disimpulkan bahwa kemiskinan
merupakan masalah yang kompleks sehingga dibutuhkan kerja sama antara
pemerintah dan seluruh warga negara Indonesia untuk ikut berperan serta dalam
meminimalkan jumlah kemiskinan agar negara kita bisa bangkit dari keterpurukan
baik dari krisis ekonomi maupun kemiskinan yang semakin meningkat tiap tahunnya,
agar negara kita bisa berkembang dan maju serta sejajar dengan negara maju yang
sejahtera.
Saya lgi cari teori gini, limit
BalasHapusterima kasih atas infonya
BalasHapus