INFLATION
TARGETING FRAMEWORK (ITF)
Definisi ITF
ITF merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang
ditandai dengan pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang hendak
dicapai dalam beberapa periode ke depan. Secara eksplisit dinyatakan bahwa
inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama dari kebijakan moneter.
Sesuai definisi di atas, sejak berlakunya UU No. 23/1999 Indonesia sebenarnya
dapat dikategorikan sebagai "Inflation Targeting lite countries".
Alasan pemilihan
ITF
Pemilihan kerangka kerja kebijakan moneter IT
didasarkan atas beberapa pertimbangan sebagai berikut :
1.
Memenuhi
prinsip-prinsip kebijakan moneter yang sehat (sound).
-
Sesuai dengan
amanat UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU
No. 3/2004.
-
Hasil riset
menunjukkan semakin sulit pengendalian besaran moneter.
-
Pengalaman
empiris negara lain menunjukkan bahwa negara yang menerapkan ITF berhasil
menurunkan inflasi tanpa meningkatkan volatilitas output.
-
Dapat
meningkatkan kredibilitas BI sebagai pengendali inflasi melalui komitmen
pencapaian target.
2.
Penerapan ITF
bukan berarti bahwa bank sentral hanya menaruh perhatian pada inflasi saja, dan
tidak lagi memperhatikan pertumbuhan ekonomi maupun kebijakan dan perkembangan
ekonomi secara keseluruhan. Juga, ITF bukanlah suatu kaidah yang kaku (rule)
tetapi sebagai kerangka kerja menyeluruh (framework) untuk perumusan dan
pelaksanaan kebijakan moneter. Fokus ke inflasi tidak berarti membawa
perekonomian kepada kondisi yang sama sekali tanpa inflasi (zero inflation).
3.
Inflasi rendah
dan stabil dalam jangka panjang, justru akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan (suistanable growth). Penyebabnya, karena tingkat inflasi
berkorelasi positif dengan fluktuasinya. Manakala inflasi tinggi, fluktuasinya
juga meningkat, sehingga masyarakat merasa tidak pasti dengan laju inflasi yang
akan terjadi di masa mendatang. Akibatnya, suku bunga jangka panjang akan
meningkat karena tingginya premi risiko akibat inflasi. Perencanaan usaha
menjadi lebih sulit, dan minat investasi pun menurun. Ketidakpastian inflasi
ini cenderung membuat investor lebih memilih investasi asset keuangan jangka
pendek ketimbang investasi riil jangka panjang. Itulah sebabnya, otoritas
moneter seringkali berargumentasi bahwa kebijakan yang anti inflasi sebenarnya
adalah justru kebijakan yang pro pertumbuhan.
Sasaran Inflasi
1.
Sasaran inflasi
sebagai sasaran akhir kebijakan moneter ditetapkan oleh Pemerintah setelah
berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Penetapan sasaran inflasi tersebut
mempertimbangkan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi (trade-off) dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2.
Pemerintah
setelah berkoordinasi dengan BI telah menetapkan dan mengumumkan sasaran
inflasi IHK untuk tahun 2008, 2009, dan 2010 sebesar 5±1%, 4.5±1%, dan 4±1%.
Indikator Kebijakan
Moneter
1.
Dalam merumuskan
kebijakan moneter, Bank Indonesia akan selalu melakukan analisis dan
mempertimbangkan berbagai indikator ekonomi, khususnya prakiraan inflasi,
pertumbuhan ekonomi, besaran-besaran moneter dan perkembangan sektor ekonomi
dan keuangan secara keseluruhan.
2.
Demikian pula,
Bank Indonesia akan selalu dan terus memperhatikan langkah-langkah kebijakan
ekonomi yang ditempuh Pemerintah. Langkah-langkah koordinasi kebijakan yang
selama ini telah berlangsung baik akan terus diperkuat dan ditingkatkan.
3.
Analisis dan
prakiraan berbagai variabel ekonomi tersebut dipertimbangkan untuk mengarahkan
agar prakiraan inflasi ke depan sejalan dengan kisaran sasaran inflasi yang
telah ditetapkan.
Respon Kebijakan
Moneter
1.
Tujuan dan
bentuk respon kebijakan moneter adalah sbb:
-
Respon (stance)
kebijakan moneter ditetapkan untuk menjamin agar pergerakan inflasi dan ekonomi
ke depan tetap berada pada jalur pencapaian sasaran inflasi yang telah
ditetapkan (konsistensi).
-
Respon kebijakan
moneter dinyatakan dalam kenaikan, penurunan, atau tidak berubahnya BI Rate.
-
Perubahan
(kenaikan atau penurunan) BI Rate dilakukan secara konsisten dan bertahap.
2.
Fungsi BI Rate
sebagai sinyal kebijakan
-
BI Rate adalah
suku bunga instrumen sinyaling Bank Indonesia yang ditetapkan pada RDG triwulan
untuk berlaku selama triwulan berjalan (satu triwulan), kecuali ditetapkan
berbeda oleh RDG bulanan dalam triwulan yang sama. Dengan demikian, rata-rata
tertimbang hasil lelang SBI pada setiap kali lelang SBI tidak lagi
diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal kebijakan moneter Bank
Indonesia.
-
BI Rate
diumumkan ke publik segera setelah ditetapkan dalam RDG sebagai sinyal stance
kebijakan moneter (yang lebih jelas dan tegas) dalam merespon prospek
pencapaian sasaran inflasi ke depan.
-
BI Rate
digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan operasi pengendalian moneter untuk
mengarahkan agar Rata-Rata Tertimbang Suku Bunga SBI 1 bulan hasil lelang OPT
(suku bunga instrumen liquidity adjustment) berada di sekitar BI Rate.
Selanjutnya suku bunga SBI 1 bulan diharapkan mempengaruhi suku bunga PUAB dan
suku bunga jangka yang lebih panjang.
3.
Proses penetapan
respon kebijakan moneter
-
Penetapan respon
kebijakan moneter dilakukan dalam RDG triwulanan.
-
Respon kebijakan
moneter ditetapkan untuk periode satu triwulan ke depan.
-
Penetapan respon
kebijakan moneter dilakukan dengan memperhatikan efek tunda (lag) kebijakan
moneter dalam mempengaruhi inflasi.
-
Dalam kondisi
yang luar biasa, penetapan respon kebijakan moneter dapat dilakukan dalam RDG
bulanan.
4.
Dasar
pertimbangan penetapan respon kebijakan
-
BI Rate
merupakan respon bank sentral terhadap tekanan inflasi ke depan agar tetap
berada pada sasaran yang telah ditetapkan. Perubahan BI Rate dilakukan terutama
jika deviasi proyeksi inflasi terhadap targetnya (inflation gap) dipandang
telah bersifat permanen dan konsisten dengan informasi dan indikator lainnya.
-
BI Rate
ditetapkan oleh Dewan Gubernur secara diskresi dengan mempertimbangkan:
·
Rekomendasi BI
Rate yang dihasilkan oleh fungsi reaksi kebijakan dalam model ekonomi untuk
pencapaian sasaran inflasi, dan
·
Berbagai
informasi lainnya seperti leading indicators, survei, informasi anekdotal,
variabel informasi, expert opinion, asesmen fakto risiko dan ketidakpastian
serta hasil-hasil riset ekonomi dan kebijakan moneter.
5.
Respon kebijakan
moneter dinyatakan dalam perubahan BI Rate (SBI tenor 1 bulan) secara konsisten
dan bertahap dalam kelipatan 25 basis points (bps). Dalam kondisi untuk
menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran
inflasi, maka perubahan BI Rate dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam
kelipatan 25 bps.
Operasi
Pengendalian Moneter
1.
Berbeda dengan
pelaksanaan selama ini yang menggunakan uang primer, sasaran operasional
pengendalian moneter adalah BI Rate. Dengan langkah ini, sinyal kebijakan
moneter diharapkan dapat lebih mudah dan lebih pasti dapat ditangkap oleh
pelaku pasar dan masyarakat, dan karenanya diharapkan pula dapat meningkat
efektivitas kebijakan moneter.
2.
Pengendalian
moneter dilakukan dengan menggunakan instrumen: (i) Operasi Pasar Terbuka
(OPT), (ii) Instrumen likuiditas otomatis (standing facilities), (iii)
Intervensi di pasar valas, (iv) Penetapan giro wajib minimum (GWM), dan (v)
Himbauan moral (moral suassion).
3.
Pengendalian
moneter diarahkan pula agar perkembangan suku bunga PUAB berada pada koridor
suku bunga yang ditetapkan. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan
efektivitas pengendalian likuiditas sekaligus untuk memperkuat sinyal kebijakan
moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Koordinasi
dengan Pemerintah
1.
Koordinasi
dengan Pemerintah dimaksudkan agar kebijakan moneter Bank Indonesia sejalan
dengan kebijakan umum Pemerintah dibidang perekonomian dengan tetap menjaga
tugas dan wewenang masing-masing.
2.
Koordinasi Bank
Indonesia dengan Pemerintah dalam penetapan sasaran inflasi dilakukan sesuai
dengan MoU yang telah disepakati antara Pemerintah (cq. Menteri Keuangan)
dengan Bank Indonesia, diantaranya adalah:
-
Bank Indonesia
menyampaikan usulan Sasaran Inflasi kepada Pemerintah selambat-lambatnya bulan
Mei pada tahun sebelum periode sasaran inflasi berakhir.
-
Dalam hal
terjadi kondisi yang luar biasa sehingga Sasaran Inflasi yang telah ditetapkan
menjadi tidak realistis dan perlu direvisa, maka Bank Indonesia menyampaikan
usulan perubahan Sasaran Inflasi setelah berkoordinasi dengan pemerintah.
3.
Pentingnya
keterlibatan Pemerintah dalam menetapkan inflasi didasarkan pada pertimbangan
beberapa faktor. Pertama, tidak semua sumber inflasi di bawah kendali kebijakan
Bank Indonesia. Kebijakan pemerintah turut menyumbang inflasi, diantaranya
adalah penetapan administered price, upah minimum regional, gaji pegawai
negeri, kebijakan di bidang produksi sektoral, perdagangan domestik dan tata
niaga impor. Kebijakan pemerintah lainnya (misalnya di bidang politik,
keamanan, dan penegakan hukum) juga secara tidak langsung turut mempengaruhi
inflasi. Kedua, kebersamaan komitmen pengendalian inflasi antara Pemerintah dan
Bank Indonesia di atas kertas akan menjadikan sasaran inflasi lebih kredibel,
karena menjadi "milik bersama". Jika sasaran inflasi sangat kredibel,
dalam arti Bank Indonesia dan Pemerintah dinilai akan mampu mencapainya, para
pelaku ekonomi akan menyamakan perkiraan inflasi mereka dengan angka sasaran
inflasi tersebut. Bila kondisi ini terjadi, Pemerintah dan Bank Indonesia akan
lebih mudah menurunkan dan menstabilkan inflasi dalam jangka menengah dan
panjang, tanpa harus menelan biaya kebijakan yang terlalu besar.
4.
Sebagai tindak
lanjut, Bank Indonesia bersama Pemerintah telah membentuk tim penetapan sasaran,
pemantauan, dan pengendalian inflasi (selanjutnya disebut Tim Pengendalian
Inflasi) yang beranggotakan beberapa departemen teknis. Adapun tugas tim
tersebut antara lain mencakup pemberian usul mengenai sasaran inflasi,
mengevaluasi sumber-sumber dan potensi tekanan inflasi serta dampaknya terhadap
pencapaian sasaran inflasi, merekomendasikan pilihan kebijakan yang mendukung
pencapaian sasaran inflasi, serta melakukan diseminasi mengenai sasaran dan
upaya pencapaian sasaran inflasi kepada masyarakat. Diharapkan pembentukan Tim
Pengendalian Inflasi ini akan meningkatkan koordinasi antara otoritas moneter
dengan Pemerintah secara keseluruhan, sehingga sasaran inflasi menjadi tujuan
bersama yang credible dan achievable.
5.
Koordinasi Bank
Indonesia dengan Pemerintah juga dilakukan dalam penetapan asumsi-asumsi makro
untuk bahan penyusunan RAPBN, baik melalui rapat koordinasi dengan Departemen
Keuangan (dan instansi terkait) maupun dalam pembahasan dengan DPR.
6.
Koordinasi Bank
Indonesia dengan Pemerintah mengenai kebijakan di bidang perekonomian lainnya
dilakukan dalam Sidang Kabinet maupun pertemuan-pertemuan lainnya sesuai dengan
perkembangan dan permasalahan yang terjadi.
Transparansi
1.
Kebijakan
moneter dikomunikasikan secara berkesinambungan kepada masyarakat untuk
meningkatkan kredibilitas kebijakan moneter dalam membentuk ekspektasi dan
pencapaian sasaran inflasi.
2.
Komunikasi
kebijakan moneter mencakup pengumuman dan penjelasan pencapaian sasaran
inflasi, kerangka kerja dan langkah-langkah kebijakan moneter yang telah dan
akan ditempuh, jadwal RDG, serta hal-hal lain yang ditetapkan oleh Dewan
Gubernur.
3.
Komunikasi
kebijakan moneter dilakukan dengan cara termasuk dan tidak terbatas pada siaran
pers, konperensi pers (terutama segera setelah RDG Triwulanan untuk
menjelasankan respon kebijakan moneter), publikasi (termasuk penerbitan
"Laporan Kebijakan Moneter" atau "Inflation Report"),
maupun penjelasan langsung kepada masyarakat.
4.
Komunikasi
kebijakan moneter disampaikan kepada masyarakat luas termasuk dan tidak
terbatas pada media massa, pelaku ekonomi, kalangan pakar dan akademisi.
Akuntabilitas
1.
Pertanggung-jawaban
kebijakan moneter disampaikan kepada DPR untuk meningkatkan kredibilitas Bank
Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenang yang telah ditetapkan dalam UU.
2.
Pertanggung-jawaban
kebijakan moneter dilakukan dengan penyampaian secara tertulis maupun
penjelasan langsung atas Laporan Kebijakan Moneter ("Monetary Policy
Report" atau "Inflation Report") secara triwulanan dan
aspek-aspek tertentu kebijakan moneter yang dipandang perlu.
3.
Laporan
Kebijakan Moneter disampaikan pula kepada Pemerintah dan masyarakat luas untuk
transparansi dan koordinasi.
4.
Dalam hal
sasaran inflasi untuk suatu tahun tidak tercapai, maka Bank Indonesia
menyampaikan usulan penjelasan kepada Pemerintah sebagai bahan penjelasan
Pemerintah bersama Bank Indonesia secara terbuka kepada DPR dan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar